Kamis, 12 November 2015

Adab Berhubungan Intim, Nikmat dan Berpahala

Sesungguhnya jima’ (hubungan intim suami istri) adalah salah satu masalah penting yang mendapatkan perhatian dari Islam, dan Islam telah menetapkan kaidah-kaidah dan adab-adabnya, supaya tabiat manusia tidak seperti binatang yang tidak memiliki aturan. 


Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuliakan manusia di atas makhluk-makhluk yang Allah ciptakan, sebagaimana firman-Nya:

 

( وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً) (الاسراء:70)



”Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al-Israa’: 70)



Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menanamkan pada setiap manusia hasrat biologis (seksual) dan Dia menjadikan untuk manusia cara yang syar’i untuk menunaikan atau menyalurkan hasrat seksual tersebut, dan hal ini supaya tidak menimbulkan timbul kekacuan. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan kaidah-kaidah dan adab-adab dalam menyalurkan hasrat seksual tersebut (jima’), dan di antara adab-adab yang harus diperhatikan tersebut adalah sebagai berikut:


Ikhlash

Yaitu mengikhlaskan niat semata-mata karena Allah dalam melakukan perbuatan ini, maka dia meniatkan dengan jima’ ini untuk menjaga diri dan keluarganya (istrinya) dari hal-hal yang diharamkan (zina), dan juga dalam rangka ikut andil dalam memperbanyak keturunan (generasi Islam). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memotivasi umatnya untuk menikah dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menghabarkan bahwa beliau bangga dengan banyaknya jumlah beliau pada hari kiamat.

Dan anda wahai pasangan suami istri, mendapatkan pahala atas hubungan intim yang kalian lakukan apabila kalian meluruskan niat kalian. Dari Abi Dzar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:



( وفي بُضع أحدكم صدقة ) – أي في جماعه لأهله – فقالوا : يا رسول الله أيأتي أحدنا شهوته ويكون له فيها أجر ؟ قال عليه الصلاة والسلام : ( أرأيتم لو وضعها في الحرام ، أكان عليه وزر ؟ فكذلك إذا وضعها في الحلال كان له أجر ) رواه مسلم



”Dan di dalam kemaluan salah seorang di antara kalian adalah sedekah.” -Maksudnya dalam jima’nya (hubungan intim) terhadap istrinya- Maka mereka (Sahabat) berkata:”Wahai Rasulullah! Apakah salah seorang di antara kami mendatangi keluarganya (menunaikan syahwatnya/jima’) dan dia mendapatkan pahala?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallamberabda:”Bukankah apabila dia menunaikannya (jima’) di tempat yang haram dia akan mendapatkan dosa?” Maka demikian juga seandainya dia menunaikannya di tempat yang halal (istrinya) maka dia akan mendapatkan pahala.”(HR. Muslim)



Maka sungguhn luar biasa keutamaan ini, kita bisa menunaikan hajat biologis kita seklaigus mendapatkan pahala.



Cumbu Rayu dan Pemanasan

Benar, cumbu rayu dan pemanasan adalah salah satu adab yang hendaknya diperhatikan. Banyak sekali para suami yang tidak memperhatikan masalah ini, yang terpenting bagi mereka hanyalah menunaikan syahwat dan hasrat mereka saja dan mereka lupa bahwa rayuan dan pemansan (foreplay) sebelum jima’ memiliki pengaruh yang besar dalam membangkitkan syahwat istri dan meningkatkan keingannya untuk berhubungan intim supaya dia (istri) benar-benar siap untuk jima’ dan berbagi kenikmatan jima’ dengan suaminya. Adapun apabila sang suami langsung berjima’ tanpa melakukan foreplay, bisa jadi dia telah selesai menunaikan syahwatnya sedangkan istrinya belum sampai pada puncak kenikmatan atau belum mendapatkannya.



Ibnu Qudamah rahimahullah:”Dianjurkan (disunahkan) agar seorang suami mencumbu istrinya sebelum melakukan jima’ supaya bangkit syahwat istrinya, dan dia mendapatkan kenikmatan seperti yang dirasakan suaminya. Dan telah diriwayatkan dari ‘Umar bin ‘Abdul ‘Azizrahimahullah bahwasanya dia berkata: ”Janganlah kamu menjima’ istrimu, kecuali dia (istrimu) telah mendapatkan syahwat seperti yang engkau dapatkan, supaya engkau tidak mendahului dia menyelesaikan jima’nya (maksudnya engkau mendapatkan kenikmatan sedangkan istrimu tidak).

Dan termasuk bentuk cumbu rayu adalah berciuman, memainkan dada (payudara), dan bersentuhan kulit dengan kulit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu mencium istrinya sebelum jima’. Dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Jabir radhiyallahu ‘anhu ketika dia menikah dengan janda :

“فهلا بكراً تلاعبها وتلاعبك” (رواه الشيخان)، ولمسلم “تضاحكها وتضاحكك”



”Kenapa tidak gadis (yang engkau nikahi) sehingga engkau bisa mencumbunya dan dia mencumbumu?” (HR. Bukhari dan Muslim) dan dalam riwayat Muslim:”Engkau bisa mencandainya dan dia mencandaimu?”



Membaca do’a yang dicontohkan sebelum melakukannya

Do’a yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebelum jima’ adalah sebagai berikut:



( بسم الله اللهم جنبنا الشيطان وجنب الشيطان ما رزقتنا )

“Bismillah (dengan nama Alah), Ya Allah jauhkanlah kami dari syetan dan jauhkan syetan dari apa yang engkau rizqikan kepada kami (anak).”



Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

( لو أن أحدهم إذا أراد أن يأتي أهله قال: بسم الله اللهم جنبنا الشيطان، وجنب الشيطان ما رزقتنا. فإنه إن يُقدر بينهما ولد في ذلك لم يضره شيطانٌ أبداً ) رواه البخاري ومسلم

”Sesungguhnya apabila seseorang ingin mengauli istrinya (jima’) mengucapkan:”(Doa di atas) Maka apabila ditaqdirkan untuk keduanya seoarang anak dalam hubungan itu (jima’) maka syetan tidak akan mengganggunya selama-lamanya”(HR.al-Bukhari dan Muslim)



Gaulilah ditempat yang ditentukan

Gaulilah istri pada tempat yang ditentukan yaitu farji (kemaluan/vaginanya), dan diperbolehkan menggaulinya dari arah mana saja yang penting di kemaluannya. Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman:



( نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ) (البقرة:223)

”Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki..” (QS. Al-Baqarah: 223)



Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata:”Dahulu orang-orang Yahudi berkata :’Apabila seseorang menggauli istrinya pada kemaluannya dari arah belakang maka anaknya (apabila lahir) akan juling! Maka turunlah firman Allah:

( نساؤكم حرث لكم فأتوا حرثكم أنى شئتم )

”Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki..” (QS. Al-Baqarah: 223)

Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

( مقبلة ومدبرة إذا كان ذلك في الفرج ) رواه البخاري ومسلم .

”Dari depan maupun belakang (boleh dilakukan) apabila hal itu pada kemaluannya”(HR.al-Bukhari dan Muslim)

Adapun menggauli istri pada duburnya maka itu adalah perbuatan yang diharamkan, tidak boleh dilakukan, dan menyalahi fithrah manusia yang telah ditetapkan oleh Allah. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

( من أتى حائضاً أو امرأة في دبرها أو كاهناً فصدقه بما يقول، فقد كفر بما أنزل على محمد ) رواه أبو داود

”Barang siapa menggauli (jima’) perempuan (istrinya) haidh atau pada duburnya atau mendatangi dukun lalu membenarkan ucapannya maka dia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam”(HR. Abu Dawud)

Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

( ملعون من يأتي النساء في محاشِّهن ). رواه ابن عدي و صححه الألباني في آداب الزفاف.

”Terlaknatlah orang yang menggauli wanita di duburnya” (HR. Ibnu ‘Adi rahimahullah dan dishahihkan oleh al-Albani rahimahullah dalam kitab Adabuz Zifaf)



Faedah

Posisi terbaik dalam berhubungan intim adalah laki-laki berada di atas dan perempuan di bawah, Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata dalam Zaadul Ma’ad:”Dan posisi jima’ terbaik adalah seorang laki-laki di atas perempuan dan menidurinya setelah melakukan cumbuan dan ciuman. Dan karena posisi seperti inilah perempuan dinamakan kasur (bagi suaminya), sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:”Anak adalah milik firasy/kasur (perempuan)” Dan ini adalah kesempurnaan kepemimpinan laki-laki terhadap perempuian, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

(الرجال قوامون على النساء)

”Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan.”(QS. An-Nisaa’)

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:

(هن لباس لكم وأنتم لباس لهن)

”Mereka(para wanita/istri) itu adalah pakaian bagi kalian, dan kalian pun adalah pakaian bagi mereka. “ (QS. Al-Baqarah:187)

Dan posisi paling buruk dalam berhubungan intim adalah seorang wanita di atas laki-laki dan menggaulinya lewat belakang (dengan posisi seperti itu), dan itu menyelisihi posisi yang telah menjadi tabiat manusia yang telah Allah tetapkan untuk laki-laki dan perempuan, bahkan untuk jenis jantan dan perempuan.

Dan dalam posisi seperti itu banyak mudharatnya, diantaranya, mani laki-laki sulit keluar seluruhnya, dan terkadang sisa air mani itu tertinggal dalam tubuh dan akhirnya membahayakan kesehatannya. Dan juga rahim perempuan susah untuk menampung mani dari laki-laki untuk diciptakan darinya bayi, pada posisi seperti itu. Dan juga perempuan adalah obyek baik secara tabiat naupun secara syar’i, maka apabila dia menjadi subyek (pelaku) maka maka dia telah menyalahi kosekuensi syariat dan tabi’atnya” (ringkasan dari Zaadul Ma’ad)



Jangan disebarkan apa yang terjadi antara kalian berdua di ranjang

Kebanyakan orang mengira bahwa menyebarkan atau menceritakan apa yang terjadi antara suami istri di ranjang adalah sesuatu yang boleh, dan sebagian yang lain menganggap bahwa hal itu adalah bentuk kejantanan, bahkan di antara wanita ada yang menceritakan hal itu kepada anak-anak. Dan tidak diragukan lagi bahwa hal itu adalah sesuatu yang diharamkan dan pelakunya adalah termasuk manusia yang paling buruk. Abu Sa’id al-Khudry radhiyallahu ‘anhumeriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:



( إن من أشرِّ الناس عند الله منزلة يوم القيامة الرجلُ يُفضي إلى امرأته وتُفضي إليه ثم ينشر سرها ) رواه مسلم .

”Sesungguhnya yang termasuk manusia paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah seorang laki-laki yang menggauli istrinya lalau dia menceritakan rahasianya (jima’ tersebut)”(HR Muslim)

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata:”Dan dalam hadits ini ada pengharaman bagi seorang laki-laki menyebarluaskan apa yang terjadi antara dia dengan istrinya berupa jima’, dan menceritakan secara detail hal itu dan apa yang terjadi dengan perempuan pada kejadian itu (jima’) berupa ucapan (desahan) maupun perbuatan dan yang lainnya. Adapun sekedar menyebutkan kata jima’, apabila tidak ada faidah dan keperluan di dalamnya maka hal itu makruh karena bertentangan dengan muru’ah (kehormatan diri). Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:


( من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيراً أو ليصمت )

”Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia berkata yang baik atau (kalau tidak bisa) diam.”

Adapun apabila ada keperluan atau faidah untuk membicarakannya, seperti untuk mengingkari keengganan suami dari istrinya, atau istri menuduh suami tidak mampu jima’ (lemah syahwat) dll maka hal ini tidak makruh. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:”Sungguh aku dan orang ini (istrinya) telah melakukannya” Dan beliau juga bersabda:”Apakah engkau melakukan hubungan intim”. Wallahu A’lam. Selesai perkataan imam Nawawi.



Dianjurkan untuk wudhu apabila ingin mengulangi jima’

Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda:



( إذا أتى أحدكم أهله ثم أراد أن يعود فليتوضأ ) .رواه مسلم

”Apabila salah seorang di antara kalian menggauli istrinya (jima’), lalu dia ingin mengulanginya maka berwudhulah”(HR.Muslim)



Wajib mandi junub setelahnya

Maka kapan saja terjadi pertemuan antara dua kemaluan (walaupun tidak keluar mani), atau keluar mani maka wajib untuk mandi junub, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:



( إِذَا جَاوَزَ الْخِتَانُ الْخِتَانَ ) وفي رواية : ( مسّ الختان الختان ) فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْل ) رواه مسلم

”Apabila kemaluan (laki-laki) melewatui kemaluan (perempuan)” dan dalam riwayat yang lain:”kemaluan menyentuh kemaluan maka wajib mandi.”(HR. Muslim)
Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

” إنما الماء من الماء ” رواه مسلم .

”Sesungguhnya air (mandi junub) itu disebabkan karena air (keluar mani)”(HR. Muslim)



Faidah

Diperbolehkan bagi siapa yang wajib mandi junub untuk tidur dan menunda mandinya sampai waktu dia bangun untuk shalat shubuh atau yang lainnya.

Barang siapa yang ingin tidur (dalam keadaaan junub) disunahkan (sunnah muakakad) untuk berwudhu sebelum tidurnya, sebagaimana hadits ‘Umar radhiyallahu ‘anhu bahwasanya beliau bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:”Apakah boleh salah seorang di antara kami tidur dalam keadaan junub?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:

( نعم ، ويتوضأ إن شاء ) رواه ابن حبان
”Boleh dan dia berwudhu kalau mau”(HR Ibnu Hibban)

Hindari dia ketika sedang haidh
Tidak diperbolehkan menggauli istri ketika dia sedang haidh, sebagaimana firman AllahSubhanahu wa Ta’ala:



( وَيَسْأَلونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذىً فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ) (البقرة:222)

”Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah:”Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintakan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)



Hukuman bagi yang melakukannya

Bagi siapa yang menggauli istrinya yang haidh diwajibkan untuk bersedekah dengan satu dinar atau setengah dinar, sebagaimana hal itu telah pasti (ada riwayat) dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika beliau menjawab pertanyaan seseorang yang bertanya tentang hal tersebut.

Faidah:

Diperbolehkan bersenang-senang dengan istri yang haidh asalkan tidak di kemaluannya, sebagaimana hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يأمر إحدانا إذا كانت حائضا أن تتزر ثم يضاجعها زوجها. متفق عليه.

”Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh salah seorang di antara kami (kaum wanita), apabila kami haidh untuk memakai sarung lalu suaminya menggaulinya.” (Mutaffaq ‘alaihi)



Perhatikan kondisi kejiwaan pasangan anda

Lihatlah kondisi dan kejiwaan pasangan anda, mungkin saja dia lagi kurang berminat untuk berhubungan intim karena sakit, capek atau yang lainnya.



Lihatlah kondisi fisik pasangan

Perhatikanlah kondisi pasangan, kadang kala dia merasa lelah dengan banyaknya jima’ demikian halnya juga kadang suami lelah karena hal itu. Maka wajib bagi masing-masing pasangan untuk memahami dan memperhatikan hal ini dan bersikaplah qona’ah (merasa puas) dengan yang ada.



Jangan egois

Wajib bagi seoarang suami untuk memuaskan hasrat istrinya, dan janganlah dia meyudahi kegiatan hubungan intim tersebut sebelum istrinya mendapatkan kepuasan.



Jangan mengkhayalkan orang lain

Tidak boleh seorang suami mengkhayalkan perempuan lain ketika sedang berjima’ bersama istrinya, demikian juga tidak boleh bagi istri untuk berbuat demikian.



’Azl diperbolehkan dengan ridha pasangannya

Pendapat ini dipilih oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, mungkin dalil yang dipakai oleh beliau adalah hadits Jabir radhiyallahu’anhuma, bahwasanay beliau berkata:



كنا نعزل على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فبلغ ذلك رسول الله صلى الله عليه وسلم فلم ينهنا . رواه البخاري ومسلم .

”Dahulu kami melakukan ‘Azl pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu hal tersebut sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau tidak melarangnya.”(HR. al-Bukhari dan Muslim)

Makna ‘Azl adalah seorang laki-laki mencabut kemaluannya dari kemaluan istrinya (ketika hubungan intim) sebelum dia mengeluarkan air mani, lalu dia mengeluarkan maninya di luar.



Menjauh dari anak ketika berhubungan intim

Dalam kondisi adanya anak maka yang termasuk adab jima’ adalah menjauh dari mereka, dan menghindari perkataan-perkataan yang yang berbau asmara dihadapan mereka, dan tidak dikecualikan dari hal ini, kecuali yang belum paham dengan masalah ini yaitu anak kecil sampai batas maksimal 3 tahun. Dan telah diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma apabila beliau ingin berjima’ beliau mengeluarkan anak yang masih menyusu (dari tempat itu).

[agoezta]

Malam Jum'at Baiknya Baca Surat Al-Kahfi

















 
Rasulullah S.A.W. bersabda :

“Sesungguhnya orang yang tidak ada di dalam ingatannya sesuatu pun daripada ayat al-Quran seperti rumah yang roboh”.

(HR. Tarmizi)



Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, dia akan disinari cahaya di antara dua Jum’at.” (HR. An Nasa’i dan Baihaqi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Shohihul Jami’ no. 6470)

Alhamdulillahi robbil ‘alamin. Allahumma sholli ‘ala nabiyyina Muhammad, wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Betapa banyak orang lalai dari amalan yang satu ini ketika malam Jum’at atau hari Jum’at, yaitu membaca surat Al Kahfi. Atau mungkin sebagian orang belum mengetahui amalan ini. Padahal membaca surat Al Kahfi adalah suatu yang dianjurkan (mustahab) di hari Jum’at karena pahala yang begitu besar sebagaimana berita yang dikabarkan oleh orang yang benar dan membawa ajaran yang benar yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hadits-hadits yang membicarakan hal ini kami bawakan sebagian pada posting yang singkat ini. Semoga bermanfaat.


Hadits pertama:

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيقِ

“Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada malam Jum’at, dia akan disinari cahaya antara dia dan Ka’bah.”
(HR. Ad Darimi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Shohihul Jami’ no. 6471)


Hadits kedua:

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِى يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ

“Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, dia akan disinari cahaya di antara dua Jum’at.”
(HR. An Nasa’i dan Baihaqi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Shohihul Jami’ no. 6470)


Inilah salah satu amalan di hari Jum’at dan keutamaan yang sangat besar di dalamnya. Akankah kita melewatkan begitu saja ?
Semoga Allah selalu memberikan kita ilmu yang bermanfaat dan dimudahkan untuk beramal sholeh sesuai tuntunan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semoga kita semua mendapatkan berkah dihari jum'at. Amiin..

[ agoezta ]

Selasa, 16 Juni 2015

Tak Perlu Berduka Karena Sedikitnya Harta


Rezeki merupakan salah satu nikmat Allah,
sekaligus amanah yang cukup berat dari Allah.
Acap kali ketika seseorang mendapatkan rezeki mereka lupa diri,
terkunci hatinya untuk bersyukur atas anugerah Allah tersebut.
Allah memperingatkan bahaya bagi orang yang tidak memanfaatkan rezeki sesuai syariatNya.

“Dan jika Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hambaNya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi,
tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendakiNya dengan ukuran.
Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hambNya lagi Maha Melihat “
(QS Asy Syura ayat 42)

Sungguh rezeki itu merupakan tanda kasih dan kemurahan Allah.
Betapa Allah memberikan kepada setiap makhlukNya curahan rezeki.
Dalam hal ini Allah berfirman:
“Dan tidak ada satu binatang melata pun di bumi melainkan Allah lah yang memberikan rezekinya” (QS Hud ayat 6).

Artinya tidak ada binatang melata di muka bumi ini yang Allah tidak menentukan rezekinya,
dan tidak ada jiwa yang mati melainkan dia telah memakan makanan terakhir yang ditakdirkan atasnya.
Manusia dalam memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya harus berusaha mencari rezeki dengan cara halal.

Jika dia telah berusaha tetapi masih mendapat kekurangan jangan sampai ada pikiran untuk mencarinya dengan cara yang haram.
Sebaik-baik cara menghadapi kekurangan ini adalah bersabar dan tetap bersyukur kepadaNya.

Dalam menyikapi kemiskinan dan kekayaan Rasulullah SAW telah memberikan penilaian yang mungkin tidak pernah terbetik dalam benak kita.
Sebuah standard yang berorientasi jauh ke depan, bukan terpancang pada hal-hal yang tampak belaka.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabda:
“Bukanlah kaya itu karena banyaknya harta tapi kaya itu adalah kaya jiwa” (HR Bukhari dan Muslim)

Dengan sedikit harta, hidup seseorang tak mesti sengsara.
Orang yang bergelimang harta pun hidupnya belum tentu bahagia.
Kenyataannya banyak orang kaya raya hidupnya merana.
Lihatlah para artis yang mati sia-sia karena menghabisi jiwanya atau para pengusaha yang menderita gangguan jiwa.
Mereka bukanlah orang-orang yang kekurangan harta. Tapi karena satu hal,yaitu mereka tidak bahagia !

Itu berarti bahagia dan sengsara tidak mutlak tergantung pada harta,
tetapi lebih pada hati. Hati yang dipenuhi rasa syukur kepada Allah terhadap apa pun dan berapa pun pemberian Allah.
Lihatlah orang yang paling mulia, Rasulullah SAW.
Istri beliau, Aisyah r.a menceritakan kondisi rumah tangga beliau, ia mengatakan
“Keluarga Muhammad SAW sejak awal tiba di Madinah tidak pernah sampai merasakan kenyang karena menyantap hidangan dari gandum halus selama tiga malam berturut-turut sampai beliau meninggal”.

Beliau SAW memiliki tikar yang terbuat dari kulit dan tilam dari serabut.
Dalam beberapa malam berturut-turut beliau dan keluarga pernah tidak mendapatkan makan malam.
Rotinya pun terbuat dari gandum yang kasar.
Pernah tiga kali hilal dalam dua bulan berturut-turut dari dapur beliau tidak terlihat kepulan asap.
Makanan beliau SAW terbuat dari dua jenis yang berwarna hitam; kurma dan air.
Potret lain yang ikut mewarnai dunia kesahajaan adalah Umar bin Khattab r.a. Ia seorang Khalifah kaum muslimin.
Meski begitu pakaian beliau dipenuhi dengan dua belas tambalan.
Suatu hari pernah Khalifah Umar agak terlambat menghadiri shalat Jumat karena mencuci bajunya dan tidak memiliki baju yang lain yang dapat digunakan untuk shalat Jumat selain baju itu. Rumahnya hanya sebuah gubuk.
Namun ia mampu mengguncang istana Kisra dari Persia.

Allah SWT berfirman
“Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”
(QS Luqman ayat 17).


Dalam ayat lain Allah menyampaikan bahwa kekurangan harta adalah salah satu bentuk ujian yang seharusnya disikapi dengan kesabaran.
Allah SWT berfirman:
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS Al Baqarah ayat 155)


Pada ayat ini Allah menegaskan bahwa Dia akan menguji hambanya sepanjang hidup mereka dengan rasa takut,kemiskinan dan sebagainya.
Dengan demikian akan tampak mana hamba Allah yang taat dan mana pula yang kufur.
Tentunya hamba Allah yang teguh dalam ketaatan kepadaNya akan mendapatkan kabar gembira.

Lantas apa wujud dari kabar gembira tersebut?
Kabar gembira yang telah dijanjikan oleh Allah bagi orang-orang yang bersabar menjalani ujian kehidupan ini
adalah sebagaimana yang tertera dalam firman Allah:

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala tanpa batas” (QS Az Zumar ayat 10)



wassalam
[agoezta]


Kamis, 09 April 2015

Adab Berhubungan Intim, Nikmat dan Berpahala


Sesungguhnya jima’ (hubungan intim suami istri) adalah salah satu masalah penting yang mendapatkan perhatian dari Islam, dan Islam telah menetapkan kaidah-kaidah dan adab-adabnya, supaya tabiat manusia tidak seperti binatang yang tidak memiliki aturan. 

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuliakan manusia di atas makhluk-makhluk yang Allah ciptakan, sebagaimana firman-Nya:
 
( وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً) (الاسراء:70)

”Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al-Israa’: 70)

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menanamkan pada setiap manusia hasrat biologis (seksual) dan Dia menjadikan untuk manusia cara yang syar’i untuk menunaikan atau menyalurkan hasrat seksual tersebut, dan hal ini supaya tidak menimbulkan timbul kekacuan. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan kaidah-kaidah dan adab-adab dalam menyalurkan hasrat seksual tersebut (jima’), dan di antara adab-adab yang harus diperhatikan tersebut adalah sebagai berikut:

Ikhlash
Yaitu mengikhlaskan niat semata-mata karena Allah dalam melakukan perbuatan ini, maka dia meniatkan dengan jima’ ini untuk menjaga diri dan keluarganya (istrinya) dari hal-hal yang diharamkan (zina), dan juga dalam rangka ikut andil dalam memperbanyak keturunan (generasi Islam). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memotivasi umatnya untuk menikah dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menghabarkan bahwa beliau bangga dengan banyaknya jumlah beliau pada hari kiamat.
Dan anda wahai pasangan suami istri, mendapatkan pahala atas hubungan intim yang kalian lakukan apabila kalian meluruskan niat kalian. Dari Abi Dzar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

( وفي بُضع أحدكم صدقة ) – أي في جماعه لأهله – فقالوا : يا رسول الله أيأتي أحدنا شهوته ويكون له فيها أجر ؟ قال عليه الصلاة والسلام : ( أرأيتم لو وضعها في الحرام ، أكان عليه وزر ؟ فكذلك إذا وضعها في الحلال كان له أجر ) رواه مسلم

”Dan di dalam kemaluan salah seorang di antara kalian adalah sedekah.” -Maksudnya dalam jima’nya (hubungan intim) terhadap istrinya- Maka mereka (Sahabat) berkata:”Wahai Rasulullah! Apakah salah seorang di antara kami mendatangi keluarganya (menunaikan syahwatnya/jima’) dan dia mendapatkan pahala?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallamberabda:”Bukankah apabila dia menunaikannya (jima’) di tempat yang haram dia akan mendapatkan dosa?” Maka demikian juga seandainya dia menunaikannya di tempat yang halal (istrinya) maka dia akan mendapatkan pahala.”(HR. Muslim)

Maka sungguhn luar biasa keutamaan ini, kita bisa menunaikan hajat biologis kita seklaigus mendapatkan pahala.

Cumbu Rayu dan Pemanasan
Benar, cumbu rayu dan pemanasan adalah salah satu adab yang hendaknya diperhatikan. Banyak sekali para suami yang tidak memperhatikan masalah ini, yang terpenting bagi mereka hanyalah menunaikan syahwat dan hasrat mereka saja dan mereka lupa bahwa rayuan dan pemansan (foreplay) sebelum jima’ memiliki pengaruh yang besar dalam membangkitkan syahwat istri dan meningkatkan keingannya untuk berhubungan intim supaya dia (istri) benar-benar siap untuk jima’ dan berbagi kenikmatan jima’ dengan suaminya. Adapun apabila sang suami langsung berjima’ tanpa melakukan foreplay, bisa jadi dia telah selesai menunaikan syahwatnya sedangkan istrinya belum sampai pada puncak kenikmatan atau belum mendapatkannya.

Ibnu Qudamah rahimahullah:”Dianjurkan (disunahkan) agar seorang suami mencumbu istrinya sebelum melakukan jima’ supaya bangkit syahwat istrinya, dan dia mendapatkan kenikmatan seperti yang dirasakan suaminya. Dan telah diriwayatkan dari ‘Umar bin ‘Abdul ‘Azizrahimahullah bahwasanya dia berkata: ”Janganlah kamu menjima’ istrimu, kecuali dia (istrimu) telah mendapatkan syahwat seperti yang engkau dapatkan, supaya engkau tidak mendahului dia menyelesaikan jima’nya (maksudnya engkau mendapatkan kenikmatan sedangkan istrimu tidak).
Dan termasuk bentuk cumbu rayu adalah berciuman, memainkan dada (payudara), dan bersentuhan kulit dengan kulit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu mencium istrinya sebelum jima’. Dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Jabir radhiyallahu ‘anhu ketika dia menikah dengan janda :
“فهلا بكراً تلاعبها وتلاعبك” (رواه الشيخان)، ولمسلم “تضاحكها وتضاحكك”

”Kenapa tidak gadis (yang engkau nikahi) sehingga engkau bisa mencumbunya dan dia mencumbumu?” (HR. Bukhari dan Muslim) dan dalam riwayat Muslim:”Engkau bisa mencandainya dan dia mencandaimu?”

Membaca do’a yang dicontohkan sebelum melakukannya
Do’a yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebelum jima’ adalah sebagai berikut:

( بسم الله اللهم جنبنا الشيطان وجنب الشيطان ما رزقتنا )
“Bismillah (dengan nama Alah), Ya Allah jauhkanlah kami dari syetan dan jauhkan syetan dari apa yang engkau rizqikan kepada kami (anak).”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
( لو أن أحدهم إذا أراد أن يأتي أهله قال: بسم الله اللهم جنبنا الشيطان، وجنب الشيطان ما رزقتنا. فإنه إن يُقدر بينهما ولد في ذلك لم يضره شيطانٌ أبداً ) رواه البخاري ومسلم
”Sesungguhnya apabila seseorang ingin mengauli istrinya (jima’) mengucapkan:”(Doa di atas) Maka apabila ditaqdirkan untuk keduanya seoarang anak dalam hubungan itu (jima’) maka syetan tidak akan mengganggunya selama-lamanya”(HR.al-Bukhari dan Muslim)

Gaulilah ditempat yang ditentukan
Gaulilah istri pada tempat yang ditentukan yaitu farji (kemaluan/vaginanya), dan diperbolehkan menggaulinya dari arah mana saja yang penting di kemaluannya. Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman:

( نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ) (البقرة:223)
”Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki..” (QS. Al-Baqarah: 223)

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata:”Dahulu orang-orang Yahudi berkata :’Apabila seseorang menggauli istrinya pada kemaluannya dari arah belakang maka anaknya (apabila lahir) akan juling! Maka turunlah firman Allah:
( نساؤكم حرث لكم فأتوا حرثكم أنى شئتم )
”Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki..” (QS. Al-Baqarah: 223)
Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
( مقبلة ومدبرة إذا كان ذلك في الفرج ) رواه البخاري ومسلم .
”Dari depan maupun belakang (boleh dilakukan) apabila hal itu pada kemaluannya”(HR.al-Bukhari dan Muslim)
Adapun menggauli istri pada duburnya maka itu adalah perbuatan yang diharamkan, tidak boleh dilakukan, dan menyalahi fithrah manusia yang telah ditetapkan oleh Allah. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
( من أتى حائضاً أو امرأة في دبرها أو كاهناً فصدقه بما يقول، فقد كفر بما أنزل على محمد ) رواه أبو داود
”Barang siapa menggauli (jima’) perempuan (istrinya) haidh atau pada duburnya atau mendatangi dukun lalu membenarkan ucapannya maka dia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam”(HR. Abu Dawud)
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
( ملعون من يأتي النساء في محاشِّهن ). رواه ابن عدي و صححه الألباني في آداب الزفاف.
”Terlaknatlah orang yang menggauli wanita di duburnya” (HR. Ibnu ‘Adi rahimahullah dan dishahihkan oleh al-Albani rahimahullah dalam kitab Adabuz Zifaf)

Faedah
Posisi terbaik dalam berhubungan intim adalah laki-laki berada di atas dan perempuan di bawah, Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata dalam Zaadul Ma’ad:”Dan posisi jima’ terbaik adalah seorang laki-laki di atas perempuan dan menidurinya setelah melakukan cumbuan dan ciuman. Dan karena posisi seperti inilah perempuan dinamakan kasur (bagi suaminya), sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:”Anak adalah milik firasy/kasur (perempuan)” Dan ini adalah kesempurnaan kepemimpinan laki-laki terhadap perempuian, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
(الرجال قوامون على النساء)
”Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan.”(QS. An-Nisaa’)
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
(هن لباس لكم وأنتم لباس لهن)
”Mereka(para wanita/istri) itu adalah pakaian bagi kalian, dan kalian pun adalah pakaian bagi mereka. “ (QS. Al-Baqarah:187)
Dan posisi paling buruk dalam berhubungan intim adalah seorang wanita di atas laki-laki dan menggaulinya lewat belakang (dengan posisi seperti itu), dan itu menyelisihi posisi yang telah menjadi tabiat manusia yang telah Allah tetapkan untuk laki-laki dan perempuan, bahkan untuk jenis jantan dan perempuan.
Dan dalam posisi seperti itu banyak mudharatnya, diantaranya, mani laki-laki sulit keluar seluruhnya, dan terkadang sisa air mani itu tertinggal dalam tubuh dan akhirnya membahayakan kesehatannya. Dan juga rahim perempuan susah untuk menampung mani dari laki-laki untuk diciptakan darinya bayi, pada posisi seperti itu. Dan juga perempuan adalah obyek baik secara tabiat naupun secara syar’i, maka apabila dia menjadi subyek (pelaku) maka maka dia telah menyalahi kosekuensi syariat dan tabi’atnya” (ringkasan dari Zaadul Ma’ad)

Jangan disebarkan apa yang terjadi antara kalian berdua di ranjang
Kebanyakan orang mengira bahwa menyebarkan atau menceritakan apa yang terjadi antara suami istri di ranjang adalah sesuatu yang boleh, dan sebagian yang lain menganggap bahwa hal itu adalah bentuk kejantanan, bahkan di antara wanita ada yang menceritakan hal itu kepada anak-anak. Dan tidak diragukan lagi bahwa hal itu adalah sesuatu yang diharamkan dan pelakunya adalah termasuk manusia yang paling buruk. Abu Sa’id al-Khudry radhiyallahu ‘anhumeriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

( إن من أشرِّ الناس عند الله منزلة يوم القيامة الرجلُ يُفضي إلى امرأته وتُفضي إليه ثم ينشر سرها ) رواه مسلم .
”Sesungguhnya yang termasuk manusia paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah seorang laki-laki yang menggauli istrinya lalau dia menceritakan rahasianya (jima’ tersebut)”(HR Muslim)
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata:”Dan dalam hadits ini ada pengharaman bagi seorang laki-laki menyebarluaskan apa yang terjadi antara dia dengan istrinya berupa jima’, dan menceritakan secara detail hal itu dan apa yang terjadi dengan perempuan pada kejadian itu (jima’) berupa ucapan (desahan) maupun perbuatan dan yang lainnya. Adapun sekedar menyebutkan kata jima’, apabila tidak ada faidah dan keperluan di dalamnya maka hal itu makruh karena bertentangan dengan muru’ah (kehormatan diri). Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:

( من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيراً أو ليصمت )
”Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia berkata yang baik atau (kalau tidak bisa) diam.”
Adapun apabila ada keperluan atau faidah untuk membicarakannya, seperti untuk mengingkari keengganan suami dari istrinya, atau istri menuduh suami tidak mampu jima’ (lemah syahwat) dll maka hal ini tidak makruh. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:”Sungguh aku dan orang ini (istrinya) telah melakukannya” Dan beliau juga bersabda:”Apakah engkau melakukan hubungan intim”. Wallahu A’lam. Selesai perkataan imam Nawawi.

Dianjurkan untuk wudhu apabila ingin mengulangi jima’
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda:

( إذا أتى أحدكم أهله ثم أراد أن يعود فليتوضأ ) .رواه مسلم
”Apabila salah seorang di antara kalian menggauli istrinya (jima’), lalu dia ingin mengulanginya maka berwudhulah”(HR.Muslim)

Wajib mandi junub setelahnya
Maka kapan saja terjadi pertemuan antara dua kemaluan (walaupun tidak keluar mani), atau keluar mani maka wajib untuk mandi junub, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

( إِذَا جَاوَزَ الْخِتَانُ الْخِتَانَ ) وفي رواية : ( مسّ الختان الختان ) فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْل ) رواه مسلم
”Apabila kemaluan (laki-laki) melewatui kemaluan (perempuan)” dan dalam riwayat yang lain:”kemaluan menyentuh kemaluan maka wajib mandi.”(HR. Muslim)
Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
” إنما الماء من الماء ” رواه مسلم .
”Sesungguhnya air (mandi junub) itu disebabkan karena air (keluar mani)”(HR. Muslim)

Faidah
Diperbolehkan bagi siapa yang wajib mandi junub untuk tidur dan menunda mandinya sampai waktu dia bangun untuk shalat shubuh atau yang lainnya.
Barang siapa yang ingin tidur (dalam keadaaan junub) disunahkan (sunnah muakakad) untuk berwudhu sebelum tidurnya, sebagaimana hadits ‘Umar radhiyallahu ‘anhu bahwasanya beliau bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:”Apakah boleh salah seorang di antara kami tidur dalam keadaan junub?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:
( نعم ، ويتوضأ إن شاء ) رواه ابن حبان
”Boleh dan dia berwudhu kalau mau”(HR Ibnu Hibban)

Hindari dia ketika sedang haidh
Tidak diperbolehkan menggauli istri ketika dia sedang haidh, sebagaimana firman AllahSubhanahu wa Ta’ala:


( وَيَسْأَلونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذىً فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ) (البقرة:222)
”Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah:”Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintakan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)

Hukuman bagi yang melakukannya
Bagi siapa yang menggauli istrinya yang haidh diwajibkan untuk bersedekah dengan satu dinar atau setengah dinar, sebagaimana hal itu telah pasti (ada riwayat) dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika beliau menjawab pertanyaan seseorang yang bertanya tentang hal tersebut.
Faidah:
Diperbolehkan bersenang-senang dengan istri yang haidh asalkan tidak di kemaluannya, sebagaimana hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يأمر إحدانا إذا كانت حائضا أن تتزر ثم يضاجعها زوجها. متفق عليه.
”Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh salah seorang di antara kami (kaum wanita), apabila kami haidh untuk memakai sarung lalu suaminya menggaulinya.” (Mutaffaq ‘alaihi)

Perhatikan kondisi kejiwaan pasangan anda
Lihatlah kondisi dan kejiwaan pasangan anda, mungkin saja dia lagi kurang berminat untuk berhubungan intim karena sakit, capek atau yang lainnya.

Lihatlah kondisi fisik pasangan
Perhatikanlah kondisi pasangan, kadang kala dia merasa lelah dengan banyaknya jima’ demikian halnya juga kadang suami lelah karena hal itu. Maka wajib bagi masing-masing pasangan untuk memahami dan memperhatikan hal ini dan bersikaplah qona’ah (merasa puas) dengan yang ada.

Jangan egois
Wajib bagi seoarang suami untuk memuaskan hasrat istrinya, dan janganlah dia meyudahi kegiatan hubungan intim tersebut sebelum istrinya mendapatkan kepuasan.

Jangan mengkhayalkan orang lain
Tidak boleh seorang suami mengkhayalkan perempuan lain ketika sedang berjima’ bersama istrinya, demikian juga tidak boleh bagi istri untuk berbuat demikian.

’Azl diperbolehkan dengan ridha pasangannya
Pendapat ini dipilih oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, mungkin dalil yang dipakai oleh beliau adalah hadits Jabir radhiyallahu’anhuma, bahwasanay beliau berkata:

كنا نعزل على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فبلغ ذلك رسول الله صلى الله عليه وسلم فلم ينهنا . رواه البخاري ومسلم .
”Dahulu kami melakukan ‘Azl pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu hal tersebut sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau tidak melarangnya.”(HR. al-Bukhari dan Muslim)
Makna ‘Azl adalah seorang laki-laki mencabut kemaluannya dari kemaluan istrinya (ketika hubungan intim) sebelum dia mengeluarkan air mani, lalu dia mengeluarkan maninya di luar.

Menjauh dari anak ketika berhubungan intim
Dalam kondisi adanya anak maka yang termasuk adab jima’ adalah menjauh dari mereka, dan menghindari perkataan-perkataan yang yang berbau asmara dihadapan mereka, dan tidak dikecualikan dari hal ini, kecuali yang belum paham dengan masalah ini yaitu anak kecil sampai batas maksimal 3 tahun. Dan telah diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma apabila beliau ingin berjima’ beliau mengeluarkan anak yang masih menyusu (dari tempat itu).

[agoezta]